Dalam makalah ini kami akan mencoba
menjelaskan mengenai teori seks menurut Sigmund Freud. Sebelum melangkah lebih
jauh mengenai materi ini kami ingin mencoba memberikan informasi mengenai
Sigmund Freud. Siapakah Sigmund Freud ?. Sigmund Freud adalah seorang dokter
yang masyhur pada masanya. Ia lahir di
Freinberg, Moravia, dan meninggal dunia di London Inggris (1856-1939).1
Usianya yang panjang membuat salah satu masa yang paling berdaya cipta dalam
ilmu pengetahuan. Pemikiran-pemikiran atau jiwa intelektual Freud banyak
dipengaruhi oleh tokoh-tokoh ternama, diantaranya yaitu Charles Darwin, Gustav
fechner, Louis Pasteur, Robert Koch, dan Hermann Von Helmholtz.
Meski awalnya banyak yang mengecam dia
karena selalu membahas mengenai “dunia seksual”, namun terbukti hingga saaat
ini, teori-teori psikoanalisis Sigmund Freud masih banyak digunakan oleh para
terapis, konselor dan oleh siapa pun yang bergerak dalam bidang konsultasi
psikologi. Baik mengambil seluruh “doktrin” Freud mau pun “metode” yang
digunakan.
Dlam makalah ini kami akan membagi menjadi
3 tema yaitu, penyimpangan seksual, seksualitas masa kanak-kanak, dan
transformasi pubertas. Untuk lebih jelasnya kami akan mulai memaparkan satu persatu
tema-tema yang telah disebutkan di atas.
1. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN SEKSUAL
Kebutuhan seksual pada manusia dan
binatang sering kita asumsikan sebagai “insting seksual” yang disamakan dengan
insting mencari makan dan juga rasa lapar. Insting tersebut dalam dunia sains
disebut dengan “libido”.2
Para
ilmuan banyak memperkirakan bahwa insting tersebut belum tampak selama masa
kanak-kanak dan baru muncul pada masa
seseorang mengalami pematangan diri, yaitu masa pubertas. Dan biasanya
insting ini menampakkan diri melalui saling ketertarikan satu jenis kelamin
dengan lawan jenisnya, yang menjadi tujuannya adalah proses penyatuan kelamin
atau paling tidak tindakan-tindakan tertentu yang mengacu pada penyatuan
tersebut.
Namun pendapat-pendapat tersebut masih
sulit diyakini kebenarannya karena banyak alasan yang menunjukkan bahwa
pendapat tersebut masih membutuhkan penelitian yang lebih dalam agar kesimpulan
yang dihasilkan lebih akurat.
Kami akan memperlenalkan dua istilah
berikut, objek seksual, yaitu pribadi
yang menjadi sumber daya tarik seksual, dan tujuan
seksual, yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh insting seksual.
1.1 PENYIMPANGAN BERKAITAN OBJEK SEKSUAL
Teori insting seksual memiliki kaitan yang
sangat erat dengan kisah cinta antara pria dan wanita yang berjuang agar dapat
bersatu. Oleh karena itu, akan terlihat aneh apabila terjadi ketertarikan
seksual antara pria dengan pria bukan dengan wanita seperti pada umumnya, atau
sebaliknya sejumlah wanita memiliki ketertarikan seksual dengan sesama wanita.
Beberapa pribadi tersebut memiliki ciri-ciri seksual terbalik atau dalam
istilah lain mereka disebut dengan pribadi invert
(terbalik), dan hubungannya disebut dengan inversion
(pembalikan).
A. Inversi
Biasanya
mereka yang berprilaku invert
cenderung menunjukkan perilaku yang berbeda-beda seperti, beberapa diantaranya
benar-benar terbalik (absolutely inverted);
objek seksual mereka harus selalu berasal dari jenis kelamin yang sama. Bahkan
bagi kelompok ini, lawan jenis cenderung diacuhkan karena dianggap tidak bisa menjadi
objek seksual mereka bahkan mungkin mereka jijik dengan lawan jenisnya,
kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously
inverted); objek seksual mereka tertuju secara umum, baik sesame jenis
maupun lawan jenis yang sering kita sebut dengan bisexsual, dan sisanya merupakan pribadi yang kadang-kadang
menampakkan inversi (occasionally
inverted). Dalam situasi tertentu kelompok ini mampu menganggap sesama
jenisnya sebagai objek seksual yang dapat meraih kepuasan seksual bersamanya.
Para
invert menunjukkan perilaku yang berbeda-beda dalam menilai keganjilan insting
seksual mereka. Sebagian menganggapnya wajar, dan sebagian lain menganggap
dirinya abnormal dalam invert mereka. Karakteristik invert dapat dipertahankan
seumur hidup dan dapat pula menyusut apabila pelaku invert telah mendapat
pengalaman yang menyakitkan dengan objek seksual normal. Pada awlnya para
dokter melihat kasus ini terjadi di antara penderita syaraf atau di antara
mereka yang menunjukkan gejala penyakit tersebut.
Objek seksual para invert adalah kebalikan
dari individu yang normal. Sebagai contoh, seorang pria invert cenderung merasa dirinya sebagai wanita dan
mencari seorang pria, sehingga membuat mereka merasa jijik dengan lawan
jenisnya.
Sedangkan tujuan seksual invert tidak
dapat diseragamkan antara satu dengan yang lainnya karena masing-masing pribadi
memiliki tujuan dan kepuasan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka.
B. Ketidakmatangan seksual dan binatang
sebagai objek seksual
Para
invert dimata peneliti masih dapat disebut sebagai individu yang normal
dibandingkan dengan seseorang yang mengalami kelainan sporadic, yaitu seseorang
yang memilih anak-anak sebagai objek seksualnya. Pada kasus ekstrem ini para
penderita lebih berani mengeksploitasi dirinya kepada para objek seksual untuk
melakukan variasi-variasi dalam melakukan hubungan seksual. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa insting seksual mereka tertarik terhadap anak-anak. Seperti
halnya dengan kasus ketertarikan seksual terhadap anak-anak, pada kasus
ketertarikan seksual terhadap binatang juga memiliki kesamaan.
1.2 PENYIMPANGAN BERKAITAN DENGAN TUJUAN
SEKSUAL
Pertemuan (penyatuan) alat kelamin dalam
aktivitas seksual dianggap sebagai tujuan sesksual. Aktivitas ini berguna untuk
mengurangi ketegangan seksual dan memadamkan sensasi kepuasan batin (dapat
disamakan seperti kepuasan mengatasi rasa lapar). Meski demikian, dalam
perilaku seksual paling normal sekali pun, terdapat aspek-aspek tambahan yang
dapat dibedakan. Perkembangan aspek-aspek tersebut mungkin akan memunculkan
suatu kecenderungan penyimpangan seksual. Dengan demikian, sentuhan maupun
kontak mata dengan objek seksual dapat disebut sebagai tindakan-tindakan
pendahuluan sebelum mencapai tujuan seksual. Disatu sisi, tindakan tersebut
seperti menyenangkan, dan disisi lain tindakan tersebut mampu meninggkatkan
gairah yang akan tersu berlanjut hingga tercapainya tujuan seksual tertentu.
Oleh karena itu, aspek-aspek tambahan ini, memberikan fakor-faktor yang
memungkinkan kita untuk membawa penyimpangan tersebut dalam kehidupan seksual
normal, dan dapat digunakan juga sebagai pedoman klasifikasi.
2. SEKSUALITAS MASA KANAK-KANAK
Sebagian
kepercayaan populer meyakini bahwa insting seksual tidak dijumpai pada masa
kanak-kanak dan baru akan muncul pertama kalinya pada masa pubertas.
Kepercayaan ini merupakan sebuah kekeliruan tapi memiliki konsekuensi yang
sangat serius, terutama karena ketidaktahuan. Kurangnya kajian yang mendalam
mengenai prinsip-prinsip fundamental kehidupan seksual juga menjadi dalah satu
factor ketidaktahuan itu.
Banyak para penulis yang mencoba
menjelaskan sifat-sifat dan reaksi individu dewasa justru memberikan perhatian
yang lebih besar pada periode masa lalu, dengan kata lain mereka lebih banyak
mengembalikan hal tersebut pada pengaruh factor bawaan daripada factor masa
kanak-kanak. Sebagian alasan pengabaian ini adalah latar belakang penddikan
para penulis sendiri.
Dalam seksualitas anak-anak terdapat
sebuah periode yang disebut dengan latensi
(keadaan sukar menghilangkan kebiasann). Sepanjang periode ini kekuatan
psikis si anak berkembang yang kemudian berfungsi sebagai hambatan dalam
kehidupan seksual. Beberapa contoh kasusnya antara lain, rasa jijiki, rasa
malau, serta tuntunan-tuntunan moral dan cita-cita yang indah. Mugkin kita akan
menerima kesan bahwa hal tersebut merupakan hasil pendidikan. Tetapi
perkembangan ini sebenarnya ditentukan secara organis, dan dalam beberapa kasus
kadang kala tanpa pengaruh pendidikan.
Tentunya dalam periode ini pun tak luput
dari gangguan-gangguan yaitu, pada para pendidik. Selama perhatian para pendidik
teraah pada seksualitas infatil (orang
dewasa yang bersifat kanak-kanak), mereka akan bersikap seolah telah memberi
kita pandangan bahwa proses tersebut
harus mengorbankan factor seksualitas.
Beberapa pembuktian seksualitas pada
anak-anak adalah, menghisap ibu jari, aktivitas menghisap ibu jari yang muncul
pada masa menyusu dan mungkin berlanjut hingga usia dewasa, atau bahkan seumur
hidup, terdiri dari suatu gerakan menghisap yang berulang-ulang dan ritmis
melalui kontak mulut (bibir), yang tujuannnya bukan menyusu.3 Bagian
dari mulut itu sendiri, yakni lidah merupakan daerah kulit yang disukai, atau
bahkan ujung jempol dapat dianggap sebagai objek penghisapan. Barsamaan dengan
hal ini, muncul pula hasrat untuk menggenggam benda-benda yang tampak seperti
menarik cuping telinga dengan ritmis dan mungkin saja menyebabkan si bayi
merenggut bagian tubuh yang lain untuk maksud yang sama. Kenikmatan menghisap
seringkali digabung dengan gerak menggosok beberapa bagian tubuh sensitive,
seperti dada dan organ-organ kelainan eksternal. Dengan cara seperti inilah
banyak anak-anak beralih dari sekedar menghisap ibu jari menjadi suatu tindakan
masturbasi.
Kemudian pembuktian yang lainnya adalah
Autoereotisme. Menurut Havelock Ellis bahwa anak adalah sosok autoerotic,4 selain aktivitas
menghisap ibu jari pada sama anak-anak dikendalikan oleh kenyataan bahwa ia
mencari suatu bentuk kenikmatan yang pernah dialami dan kini diingatnya.
Melalui gerakan menghisap yang ritmis atas bagian kulit tertentu atau selaput lendir,
ia mencapai kepuasan dengan cara yang paling mudah, yaitu aktivitas pertama dan
terpenting dalam kehidupan anak-anak adalah menghisap payudara ibunya. Dapat
kita katakan bahwa bibir si anak berfungsi sebagai zona rangsangan, dan bahwa
stimulus dari pancaran air susu yang hangat, sebenarnya merupakan factor penyebab
sensasi menyenangkan tersebut. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa
kepuasan pada zona rangsangan, pada
awalnya berkaitan dengan kepuasan akan kebutuhan terhadap air susu ibu. Tetapi
tidak semua anak menghisap ibu jari mereka. Boleh dikata, hal ini hanya
ditemukan pada anak-anak dengan signifikasi rangsangan bagian mulutnya mendapat
penguatan secara konstitusional. Jika hal terakhir ini tetap dipelihara dalam
diri beberapa anak maka keraka akan tumbuh menjadi penggemar ciuman dengan
kecenderungan menyimpang, atau jika mereka pria, mereka akan menunjukkan hasrat
kuat untuk minum dam merokok. Namun, saat tindakan represif turut ambil bagian,
mereka kemudian akan menunjukkan rasa muak untuk makan dan gejala muntah-muntah
histeris. Karena sama-sama daerah mulut, represif akan mengganggu insting untuk
makan. Dalam fenomena menghisap ibu jari atau kenikmatan menghisap, kita dapat
melihat tiga karakter esensial dari manifestasi seksual yang kekanak-kanakan.
Semuanya berasal dari suatu relasi anaklitik
5 dengan suatu fungsi fisik yang sangat penting bagi kehidupan. Anak
belum mengenal objek seksual apapun, dengan kata lain bersifat autoeritik, dan tujuan seksualnya berada
du bawah kendali suatu zona rangsangan tertentu.
Dari contoh perilaku menghisap di atas,
kita dapat mengambil banyak hal yang bermanfaat dalam membedakan zona
rangsangan. Suatu bagian tertentu dari kulit atau selaput lendir, bila
dirangsang akan menimbulkan suatu perasaan nikmat dalam bentuk yang nyata. Kita tidak dapat mengetahui rangsangan yang
menghasilkan kenikmatan tersebut dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu.
Oleh karena itu kita dituntut berhati-hati dalam memberikan asumsi. Dan yang
menjadi tujuannya yaitu mencari bagian tubuh mana yang memiliki kenikmatan yang
sama dengan saat menghisap ibu jari, yang kemudian dijadikan sebagai zona
rangsangan.
2.1 INVESTIGASI SEKSUAL PADA MASA
KANAK-KANAK
Kurang
lebih pada periode anak mencapai umur 3 – 5 tahun akan muncul babak awal dari
suatu aktivitas yang dianggap berasal dari dorongan hati memperoleh pengetahuan
dan menyelidiki segala sesuatu. Aktivitas ingin tahu terkait dengan suatu
bentuk kemahiran yang mengalami sublimasi6, smementara pada sisi
lain, aktivitas tersebut terkait drngan energy yang bekerja melalui dorongan
hati untuk memamerkan atau melihat. Dalam kaitannya dengan kehidupan seksual,
bagaimanapun juga hal ini memiliki arti penting khusus, mengingat kita telah
belajar dari psikoanalisis, bahwa rasa ingin tahu diarahkan terlalu dini pada
permasalahan seksual, serta dalam cara-cara yang tidak terduga. Diduga rasa
ingin tahu, pertama kali dibangkitkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan
masalah seksual.
Bila anak-anak dalam usia dini melihat
tindakan seksual orang dewasa, dimana kejadian tersebut oleh orang dewasa
dianggap bahwa anak-anak tidak akan dapat memahami apa pun yang berbau seksual,
mereka pasti akan membayangkan tindakan seksual sebagai suatu bentuk
penganiayaan atau tindakan menggagahi. Dengan kata lain, hal tersebut
melahirkan kesan dalam diri mereka dalam suatu pengertian yang sangat sadis.
Psikoanalisis juga mengungkapkan, bahwa kesan pada periode awal masa
kanak-kanak seperti ini menyumbang banyak kecenderungan pemindahan sadistic
atas tujuan seksual dalam periode kehidupan selanjutnya. Di samping itu,
anak-anak juga akan mulai berpikir tentang apakah yang dapat disebut sebagai
tindakan seksual, atau sejauh pemahaman mereka, apakah yang dimaksud dengan
perkawinan, dan biasanya mencari jawaban atas misteri ini pada intimasi yang
terjalin melaui fungsi pembuangan air besar dan air seni.
Tentunya didalam investigasi seksual
anak-anak tidak luput pula dari kekeliruan. Penganalogian yang kurang tepat
pada anak-anak menimbulkan kebingungan dan penolakan yang dilakukan oleh
pikiran mereka. Dan pada akhirnya tetap saja akan sia-sia yang tidak jarang
menimbulkan trauma berkepanjangan pada hasrat mereka untuk mencari pengetahuan.
Investigasi pada masa awal anak-anak ini selalu dilakukan sendiri, hal ini
dapat menimbulkan kerenggangan antara si anak denga orang-orang disekitarnya
yang semula mereka percaya.
2.2 FASE-FASE PERKEMBANGAN ORGANISASI SEKSUAL
A. Organisasi pragenital
Dengan bantuan psikoanalisis, kajian seputar
hambatan dan gangguan proses perkembangan memungkinkan kita untuk memahami
tingkatan-tingkatan primer maupun tambahan dari organisasi impuls parsial. Fase
fase seksual ini akan dilewati dengan lancar, dan hanya dapat dikenali melalui
sugesti. Hanya dalam kasus-kasus tertentu saja fase-fase tersebut benar-benar
aktif dan dapat dikenali dalam observasi.7
Salah satu organisasi seksual
pragenital yang pertama adalah oral,
atau bisa juga disebut dengan fase
kanibalistik.8 pada tahap ini, aktivitas seksual belum terpisah
dari aktivitas menyusu dan perbedaan di antara keduanya belum tampak. Objek
satu aktivitas juga merupakan objek aktivitas lain sehingga tujuan seksual
terkandung dalam peleburan objek ke dalam tubuh si anak itu sendiri.
Bekas-bekas dari fase organisasi yang didorong oleh patologi ini dapat kita
sebut, misalnya, dalam aktivitas menghisap ibu jari. Dalam aktivitas ini,
aktivitas seksual telah dipisahkan dari aktivitas mencari makan dan objek asing
akan disisihkan oleh objek lain yang bersal dari tubuh si anak itu sendiri.9
Fase pragenital kedua adalah
organisasi anal-sadistik. Disini,
perbedaan yang akan tetap ada sepanjang kehidupan seksual telah tersusun, namun
belum dapat dipisahkan menjadi maskulin
dan feminine, melainkan harus disebut
sengan aktif dan pasif. Aktivitas ini didorong oleh system otot tubuh melalui impuls
penguasaan selaput lender daerah rangsangan perut atau usus besar tampil
sebagai suatu organ yang memiliki tujuan seksual pasif, keduanya bekerja saat
terdapat objek yang tidak bergabung menjadi satu.
B. Ambivalensi
Bentuk
organisasi seksual ini telah mampu mempertahankan dirinya di sepanjang periode
kehidupan dan menyebabkan timbulnya banyak aktivitas seksual. Salah satu
karakteristiknya adalah fakta bahwa pasangan impuls yang saling bertentangan
ini dibangun dalam cara yang hampir sama, suatu situasi yang digambarkan Bleuler
dengan istilah ambivalensi.
Untuk melengkapi gambaran tentang kehidupan
seksual masa kanak-kanak, harus ditambahkan bahwa sangat sering suatu pemilihan
objek terjadi bahkan pada masa kanak-kanak dan sama persis dengan pemilihan
objek ini yang terjadi pada masa puber. Pemilihan objek ini terjadi sedemikian
rupa, di mana segala upaya seksual berjalan mengarah pada seorang individu yang
menjadi haapan anak-anak dalam mencapai tujuan mereka. Dengan demikian, hal ini
merupakan pendekatan yang apling sesuai bagi formasi definitive kehidupan
seksual setelah masa puber, yang mungkin terjadi di masa kanak-kanak. Hal yang
membedakanya dengan pubertas adalah fakta bahwa kumpulan impuls-impuls
parsialdan subordinasinya terhadap keutamaan organ genital yang sangat tidak
sempurna atau belum sepenuhnya sempurna. Tercapainya keistimewaan berupa fungsi
reproduksi ini menjadi fase terakhir yang akan dilewati proses perkembangan
seksual.10
2.3 SUMBER-SUMBER SEKSUALITAS MASA KANAK-KANAK
A. Rangsangan mekanis
Terdapat dua jenis pengaruh rangsangan
yaitu, yang emepengaruhi kulit dan yang mempengaruhi bagian-bagian dalam,
seperti otot dan persendian. Rangsangan seksual yang dihasilkan
pengaruh-pengaruh ini tampak memang bersifat memberikan kenikmatan. Kenyataan
mengenai kenikmatan semacam ini dihasilkan melalui perangsangan mtelah terbukti
lewat kesukaan anak-anak memainkan sesuatu hal yang melibatkan gerakan-gerakan
pasif, seperti diayun atu diterbangkan di udara, sehingga mereka selalu
menuntut agar permainan tersebut diulang-ulang. Dan kita pun mengetahui bahwa
ayunan bayi sangat sering digunakan untuk menidurkan anak yang gelisah.
Sensasi-sensasi goyangan, sebagaimana dialami saat berada di atas kereta api
membangkitkan suatu rasa kagum dikalangan anak-anak yang lebih tua sehingga
semua anak laki-laki pernah berkeinginan untuk menjadi kondektur arau sopir.
Mereka terbiasa menjadikan aktivitas kereta api dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya sebagai minat yang luar biasa, dan selama masa periode aktivitas
fantasi (sesaat sebelum pubertas) mereka memanfaatkannya sebagai dasar symbol
seksual. Keinginan untuk mengaitkan perjalanan menggunakan kereta dengan
seksualitas tampaknya berasal dari sifat menyenangkan yang terdapat dalam
sensasi gerakan. Ketika kemudian penekanan muncul dan mengubah banyak hal yang
disukai, hasrat kanak-kanak ini berbalik. Orang-orang ini, setelah tumbuh
menjadi remaja dan dewas, memberikan reaksi terhadap terhadap ayunan dan
goyangan dengan penuh kemuakan, perjalanan menggunakan kereta api juga akan
membuat mereka sangat letih. Atau mereka akan menunjukkan kecenderungan
munculnya serangan kecemasa selama dalam perjalanan, dank arena dihantui oleh
pobia kereta api ini, mereka sangat berhati-hati untuk tidak mengulang
pengalaman tersebut.
Hal ini juga sesuai dengan fakta yang
belum terpahaimi, bahwa timbulnya rasa takut melalui getaran mekanis, akan
menghasilkan bentuk hysteria paling parah. Dengan demikian, setidaknya dapat
diasumsikan bahwa kereta sekecil apa pun intensitas pengaruh ini yang kemudian
menjadi sumber rangsangan seksual,
reaksi berlebihan yang muncul akan menghasilkan gangguan mekanisme seksual yang
berat
B.
Aktifitas
otot
Kita telah mengetahui, anak-anak memiliki
kebutuhan untuk banyak melakukan aktivitas otot, karena kepuasan yang diperoleh
dari hal ini akan mendatangkan kesenangan yang amat besar. Baik karena
kesenangan tersebut mampu menimbulkan kepuasan seksual, atau karena ia mungkin memunculkan
rangsangan seksual.
Hasrat untuk melakukan adu otot dengan
orang tertentu, seperti halnya hasrat untuk adu mulut (adu bicara) pada
tahun-tahun periode berikutnya, merupakan suatu pertanda baik bahwa orang
tersebuttelah terpilih sebagai objek cinta. Dalam perkembangan kenikmatan
seksual melalui aktivitas otot ini, kita dapat mengenali salah satu sumber
impuls sadistic. Hubungan infatil antara perkelahian dan perangsangan seksual
terjadi pada banyak orang sebagai suatu penentu bagi arah yang diinginkan
impuls seksual mereka pada masa mendatang. Sebagai kesimpulan, bila kita kini
meninjau ulang bukti-bukti dan indikasi sumber-sumber rangsangan seksual
infantil yang telah dibahas sebelumnya, kita dapat menegakkan satu kaidah umum
sebagai berikut. Rangsangan seksual yang sifat dasarnya masih misterius harus
dibangkitkan melalui gerakan, dan ini telah terbukti melalui beberapa cara.
Factor yang menjadi persyaratannya adalah perangsangan pada daerah permukaan
kulit dan organ-organ sensoris, sementara pengaruh rangsangan yang paling cepat
dirasakan adalah rangsangan yang diberikan pada bagian-bagian tertentu yang
disecut sebagai zona rangsangan.
3. TRANSFORMASI PUBERTAS
Dengan dimulainya masa pubertas, mulai
tampak pula berbagai perubahan yang mengubah kehidupan seksual kanak-kanak
kedalam bentuknya yang normal dan pasti. Insting seksual yang tadinya bersifat autoerotic,kini
menemukan objek seksualnya. Selama ini ia tampil dalam bentuk impuls tunggal
dan dalam zona rangsangan ia mencari suatu kesenangan tertentu sebagai tujuan
seksual tunggal. Kini tujuan seksual baru ditujukan pada proses produksi,
dimana seluruh impuls parsial akan bekerjasama, sementara zona rangsangan akan
mensubordinasikan diri karena keutamaan organ-organ genital.11 Karena
tujuan seksual baru ini memberikan fungsi yang sangat berbeda bagi kedua jenis
kelamin, perkembangan seksual mereka kini juga tampak berbeda. Perkembangan
seksual pria lebih konsosten dan lebih mudah dipahami, sementara pada wanita,
perkembangan tersebut menampakkan adanya sedikit kemunduran. Kehidupan
seksual yang normal dijamin oleh
kesesuaian dua aliran yang mengarah pada objek seksual dan tujuan seksual.
Tujuan seksual baru pada pria adalah
pelepasan produk-produk seksual. Hal ini tidak berlawanan dengan tujuan seksual
sebelumnya, yaitu pencapaian kesenangan atau kenikmatan, sebaliknya puncak dari
segala kesenangan dalam proses seksual dihubungkan dengan babak akhir ini.
Insting seksual kini berada pada pemenuhan fungsi perkembangbiakan.
Seperti pada peristiwa lain dimana
persatuan dan susunan baru mulai terbentuk dalam mekanisme yang rumit, di sini
juga terdapat kemungkinan munculnya gangguan bersifat abnormal (abnormalis),
jika tatanan baru ini tidak segera tersusun rapih. Seluruh bentuk gangguan pada
kehidupan seksual ini dapat disebut sebagai hambatan perkembangan
3.1 KEUTAMAAN DAERAH GENITAL DAN KESENANGAN
PENDAHULU
Dari proses perkembangan yang telah
digambarkan di atas, dengan jelas kita lihat permasalahan serta tujuan akhir
yang hendak dicapai. Proses paling mencolok dari masa pubertas ini telah
dipilih sebagai karakternya yang paling khas, yaitu perkembangan organ kelamin
eksternal yang menunjukkan sauatu hambatan terhadap proses pertumbuhan selama
periode latensi pada masa kanak-kanak. Secara bersamaan, organ kelamin internal
rumbuh sedemikian rupa hingga mampu menerima produk-produk seksual tersebut
untuk tujuan pembentukan makhluk hidup baru. Dengan demikian. Suatu perangkat
rumit telah terbentuk dan akan banyak dimanfaatkan pada masa akan datang.
Perangkat ini dapat digerakkan melalui
rangsangan, pengaruh rangsangan tersebut berlangsung melalui tiga jalan yaitu,
pertama dari bagian luar (zona rangsangan), kedua dari bagian organis dalam
tubuh, dan terakhir melalui wilayah psikis yang tidak lebih melambangkan suatu
tempat penyimpanan kesan-kesan eksternal dan wadah bagi rangsangan-rangsangan
internal.
Karakter ketegangan rangsangan seksual
berkaitan erat dengan suatu persoalan, yang pemecahannya sangat sulit sekaligus
penting bagi konsepsi proses seksual. Perasaan tegang tersebut pasti membawa
suatu perasaan tidak nyaman dan perasaan tersebut juga membawa impuls untuk
mengubah situasi psikis, lemudian mendorong sesuatu yang sangat bertentangan dengan
kenikmatan yang diterima. Namun, bila kita menganggap ketegangan prangsangan
seksual ini bersumber dari perasaan tidak nyaman, kita akan dihadapkan pada
kenyataan bahwa sensasi kenikmataanlah yang justru diterima. Ketegangan yang
dihasilkan rangsangan seksual selalu diiringi dengan kenikmatan, bahkan saat
terjadinya perubahan-perubahan pada alat kelamin selama tahap persiapan
terdapat suatu perasaan nikmat yang nyata.
3.2 KEGAIRAHAN SEKSUAL
Dari mana datangnya ketegangan seksual
yang muncul bersamaan dengan kepuasan zona rangsangan, serta apa yang menjadi
sifat dasar ketegangan tersebut masih belumdapat dijelaskan. Anggapan yang ada,
bahwa ketegangan ini berasal dari kenikmatan tu sendiri, tidak saja
mustahiltetapi juga tidak dapat dipertahankan, karena selama berlangsungnya kenikmatan terbesar yang berkaitan
dengan pengosongan zat-zat seksual, tidak terjadi produksi ketegangan melainkan
pelepasan ketegangan. Dengan demikian, kenikmatan dan ketegangan seksual hanya
dapat dihubungkan secara tidak langsung.
Disamping fakta bahwa pelepasan zat-zat
seksual saja yang mampu mengakhiri gairah seksual normal, terdapat fakta-fakta
esensial lain yang menghubungkan ketegangan seksual dengan produk-produk
seksual. Dalam keadaan terkengan, perangkat seksual biasanya akan mengosongkan
produk-produknya dimalam hari melalui halusinasi mimpi nikmat berupa mimpi
basah, pelepasan ini muncul secara terpencar, tetapi tidak spenuhnya dalam
periode yang tidak beraturan. Ketegangan seksual yang memunculkan suatu bentuk
pengganti bagi tindakan seksual melalui semacam ilusi adalah disebabkan oleh
akumulasi air mani dalam tempat penyimpanannya yang dipersiapkan bagi
produk-produk seksual. Berbagai pengalaman tentang mekanisme seksual yang tidak
ada habisnya ini menunjukkan hal yang sama. Ketika tidak terdapat cadangan air
mani, tidak saja mustahil untuk melakukan kegiatan seksual namun zona
rangsangan pun akan sulit dirangsang, sehingga proses perangsangannya tidak
akan membangkitkan kenikmatan apap pun. Dengan demikian, secara kebetulan kita
menemukan bahwa ketegangan seksula dalam kadar tertentu sangat diperlukan untuk
proses perangsangan zona rangsangan.
Dalam konsep libido telah ditetapkan bahwa
konsep libido sebagai bentuk kekuatan kuantitas tidak tetap yang dapat
digunakan untuk menilai proses serta transformasi yang terjadi di seputar
perangsangan seksual.
Namun ego-libido ini hanya dapat diterima
dengan baik dalam kajian psikoanalisa bila energy psikisnya ditetapkan pada
objek seksual yaitu bila objek seksual tersebut berubah menjadi objek-;ibido.
Hingga kemudian kita dapat melihatnya, saat ego-libido menghimpun dan mengatur
posisinya terhadap objek atau ketika meninggalkan objek-objek tersebut dan
memberikannya kepada yang lain.
Telah kita ketahui, perbadaan menyolok
antara karakter atu sifat pria dan wanita akan terbentuk pada masa puber, suatu
perbedaan yang secara tegas mempengaruhi perkembangan diri manusia. Memang,
kecenderungan watak pria dan wanita telah bisa dikenali dengan sangat jelas di
usia kanak-kanak. Sehingga, perkembangan factor-faktor hambatan seksual (rasa
malu, jijik, simpati, dan sebagainya) berlangsung lebih awal dan dengan kadar
ketahanan yang lebih kecil pada anak perempuan disbanding pada anak laki-laki.
Di sini, kecenderungan represi seksual jelas tampak lebih besar, dan di mana
impuls parsial seksualitas terlihat muncul.
Zona rangsangan utama pada diri anak
perempuan adalah klitoris, yang dapat disamakan dengan penis pada anak
laki-laki. Hal ini sering ditemukan dalam tindakan masturbasi pada anak
perempuan yang selalu mengacu pada klitoris, dan bukan pada organ kelamin
seksternal lain yang juga sangat penting bagi fungsi-fungsi seksual di kemudian
hari.
Demikian yang bisa kami jelaskan mengenai
teori seksual menurut Sigmund Freud. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna karena kesempuraan hanyalah milik Allah swt, namun kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, daan semoga
dengan dibuatnya makalah ini pengetahuan kita akan bertambah.
Catatan
:
1
Richard Osborne, Freud Untuk Pemula; hal 4
2
Maurice Mechan, Psycho sexuality; hal 56
3
Havelock Ellis, The Sexual Impuls; hal 6
4
Havelock Ellis, The Sexual Impuls; hal 10
5
Havelock Ellis, The Sexual Impuls; hal 21
6
Sigmund Freud,Sexual Theory; hal 56
7
Calvin S. Hall,Libido Kekuasaan; hal 45
8
Sigmund Freud, Sexual Theory; hal 73
9
Sigmund Freud, Sexual Theory; hal 45
10
Sadger, Teori Seksual Sigmund Freud; hal 157
11
Jellife, Monograph Series; hal 16
12
Peny, psikoanalisis; hal 176